Jumat, 21 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi

Modul 1.4

Budaya Positif

 

Oleh Farida Haryati

CGP Angkatan 6 Kota Jambi

Berdasarkan  tujuan pendidikan yang  dijelaskan  oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Maka, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Dalam proses "menuntun/membimbing", anak diberi kebebasan dan pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan arahan harus berpedoman pada nilai-nilai pengajaran, agar anak didik tidak kehilangan arah dan akan membahayakan dirinya. Seorang pendidik akan memberikan 'tuntunan' agar anak didik dapat menemukan kemerdekaan dan kebebasannya dalam proses pembelajaran sehingga dengan memperbaiki lakunya, dapat menumbuhkan dan mengembangkan karakter positif sehingga menjadi budaya  positif di sekolah. 

Filosofis pendidikan KHD merupakan pondasi atau acuan yang harus dipahami dan dikuatkan oleh seluruh pendidik agar tujuan pendidikan mewujudkan profil pelajar Pancasila bisa tercapai. Sesuai dengan apa yang sudah dipelajari pada modul 1.1, bahwa anak didik adalah makhluk yang unik, biarkan mereka berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya.

Untuk itu seorang pendidik harus memiliki peran dan nilai-nilai yang dikembangkan sehingga dapat membimbing anak didik untuk berproses menuju kebaikan dan mereka mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan minat, bakat, kodrat alam, dan zamannya. Adapun nilai-nilai yang perlu ditingkatkan dan diwujudkan oleh pendidik, yaitu berpihak pada anak didik, mandiri, kolaboratif, inovatif, dan reflektif. Hal ini sudah kita pelajari pada modul 1.2 tentang nilai-nilai dan peran guru penggerak.

Berkaitan dengan hal tersebut, pendidik harus bisa merumuskan visi sekolahnya, kekuatan apa yang dapat dijadikan visi sekolah atau kelemahan apa yang bisa ditingkatkan agar menjadi visi sekolah. Mengenai visi, pendidik  perlu merumuskan sesuai dengan kondisi sekolah, baik kondisi siswanya, sarana dan prasana, atau hal lain yang dapat dijadikan acuan, seperti budaya positif yang sudah diterapkan di sekolah tersebut. Pada pembelajaran modul 1.3 hal ini sudah di kupas tuntas, tinggal bagaimana seorang pendidik dapat merumuskan visi tentunya berdasarkan Profil Pelajar Pancasila sesuai dengan impian yang diinginkannya.

Berbicara tentang budaya positif yang telah dipelajari pada modul 1.4, ada banyak hal yang mengubah  paradigma saya sebagai pendidik. Bahwasanya setiap manusia tidak bisa dikontrol oleh orang lain, hanya kita sendiri yang bisa mengontrol diri kita untuk mencapai tujuan mulia berdasarkan nilai-nilai yang dihargai karena setiap manusia memiliki kebutuhan dasarnya masing-masing yang tidak akan sama dengan yang lainnya, seperti kasih sayang, rasa diterima, penguasaan, kesenangan, dan kebebasan.

Setiap manusia melakukan sesuatu atau melakukan perilaku tertentu pasti memiliki tujuan. Anak didik juga demikian, apabila mereka diberikan hukuman atau untuk mendapatkan penghargaan/hadiah, maka anak didik akan melakukannya hanya dalam batas waktu tertentu saja, karena mereka termotivasi secara eksternal. Lain halnya, apabila anak didik diberikan nilai-nilai kebajikan sehingga menjadi keyakinan mereka dan motivasinya secara instrinsik, maka mereka menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi lagi.

Untuk itu seorang pendidik perlu mengetahui posisi kontrol yang baik dalam meneyelesaikan permasalahan atau kesalahan dari anak didik. Sebagai pendidik terkadang berposisi sebagai kontrol penghukum dan pembuat merasa bersalah. Dengan mempelajari budaya positif ini, sekarang perlahan-lahan berposisi sebagai teman dan pemantau, dan berusaha untuk menjadi posisi kontrol yang tertinggi, yaitu sebagai manajer dengan menerapkan segitiga restitusi terhadap anak didik yang melakukan kesalahan atau pelanggaran peraturan sekolah, agar mereka tidak merasa bersalah, dapat menemukan sendiri solusinya, dan kembali komunitasnya dengan menerapkan keyakinan yang diyakininya.

Kemudian untuk menumbuhkan budaya positif di kelas atau di sekolah, sebaiknya menciptakan program kebajikan, pembentukan keyakinan kelas/sekolah. Melalui peraturan dan nilai kebajikan yang dituju akan mempermudah anak didik untuk melaksanakannya. Peraturan sebaiknya yang biasa ditemukan di komunitas kelas/sekolah. Seperti kembalikan barang ke tempatnya, nilai kebajikan yang dituju adalah rasa tanggung jawab, bergantian atau menunggu giliran nilai kebaikan yang dituju adalah menghormati orang lain dan bersabar, dll.

Tadi siang telah menyelesaikan permasalahan atau kesalahan yang dilakukan oleh anak didik, yaitu mengerjakan PR mata pelajaran seni budaya pada saat jam pelajaran bahasa Indonesia. Akhirnya, sepulang sekolah, anak didik tersebut dipanggil ke ruangan saya menanyakan perihal tersebut. Anak didik diminta untuk bercerita tentang kaselahannya, kemudian ditanya apakah yang dilakukan itu salah atau benar? Akhirnya, anak didik meminta maaf, tetapi maaf saja belum cukup, karena setiap manusia bisa saja berbuat salah, hal itu adalah manusiawi. Kemudian anak didik ditanya tentang usul atau sarannya untuk perbaikan kesalahannya. Akhirnya, anak didik mengemukakan usul dan sarannya dan ucapan terima kasih dari pendidik karena anak didiknya sudah berkomintmen dan menyakini kesepakatan yang sudah dilakukannya. Setelah melakukan hal tersebut ada kebahagian tersendiri, secara tidak langsung saya sudah mencoba untuk menerapkan segitiga restitusi, walaupun belum sempurna.

Terkait dengan pengalaman tersebut ada hal baik yang sudah dilakukan, yaitu sudah mulai menerapkan segitiga restitusi. Ada beberapa hal lagi yang perlu dipahami dan dipelajari, yaitu tahapan yang benar dalam melakukan segitiga restitusi. Semoga ilmu yang disampaikan fasilitator dan instruktur menambah khasanah tentang penerapan restitusi.

Seperti yang sudah disampaikan di atas, sebagai pendidik saya cenderung menggunakan empat posisi kontrol, pada umumnya tergantung dari tingkat kesalahan yang dilakukan oleh anak didik. Adapun posisi kontrol tersebut adalah sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, dan pemantau. Perasaan saat itu biasa saja karena kita berpedoman pada tata tertib sekolah bukan pada keyakinan yang disepakati oleh anak didik. Setelah mempelajari modul ini, perlahan-lahan mulai menggunakan posisi kontrol sebagai manajer, tentunya dengan menggunakan posisi ini kita menjadi nyaman karena tidak menyakiti anak didik, baik secara psikis atau fisik. Perbedaannya cukup signifikan, dimana segitiga restitusi akan mengembalikan anak didik ke komunitasnya sesuai dengan yang mereka yakini.

Sebelum mempelajari modul ini, belum pernah melaksanakan segitiga restitusi dalam menangani permasalahan anak didik. Dengan mempelajari modul ini banyak hal tentang konsep-konsep budaya positif yang diketahui, teori motivasi, hukuman, dan penghargaan, kebutuhan dasar manusia, Restitusi dengan lima posisi kontrolnya, segitiga restitusi, dan keyakinan kelas. Konsep-konsep tersebut menjadi dasar atau pijakan untuk menerapkan budaya positif di sekolah.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koneksi Antarmateri- Modul 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin Oleh                : Farida Haryati PGP                 : Angkata...